Rabu, 28 November 2012

Definisi Teknologi Pendidikan Tahun 1963-2004

1. Definisi Association for Educational Communications Technology (AECT) 1963
“ Komunikasi audio-visual adalah cabang dari teori dan praktek pendidikan yang terutama berkepentingan dengan mendesain, dan menggunakan pesan guna mengendalikan proses belajar. Tujuan praktisnya adalah pemanfaatan tiap metode dan medium komunikasi secara efektif untuk membantu pengembangan potensi pembelajar secara maksimal.”
2. Definisi Commission on Instruction Technology (CIT) 1970
“Dalam pengertian yang lebih umum, teknologi pembelajaran diartikan sebagai media yang lahir sebagai akibat revolusi komunikasi yang dapat digunakan untuk keperluan pembelajaran di samping guru, buku teks, dan papan tulis. Bagian yang membentuk teknologi pembelajaran adalah televisi, film, OHP, komputer dan bagian perangkat keras maupun lunak lainnya.”


1. Definisi Silber 1970
“Teknologi Pembelajaran adalah pengembangan (riset, desain, produksi, evaluasi, dukungan-pasokan, pemanfaatan) komponen sistem pembelajaran (pesan, orang, bahan, peralatan, teknik dan latar) serta pengelolaan usaha pengembangan (organisasi dan personal) secara sistematik, dengan tujuan untuk memecahkan masalah belajar”.
3. Definisi MacKenzie dan Eraut 1971
“Teknologi Pendidikan merupakan studi sistematik mengenai cara bagaimana tujuan pendidikan dapat dicapai”. Dalam definisi MacKenzie dan Eraut ini tidak menyebutkan perangkat lunak maupun perangkat keras, tetapi lebih berorientasi pada proses.
4. Definisi AECT 1972
Pada tahun 1972, AECT berupaya merevisi defisini yang sudah ada (1963, 1970, 1971), dengan memberikan rumusan sebagai berikut :
“Teknologi Pendidikan adalah suatu bidang yang berkepentingan dengan memfasilitasi belajar pada manusia melalui usaha sistematik dalam : identifikasi, pengembangan, pengorganisasian dan pemanfaatan berbagai macam sumber belajar serta dengan pengelolaan atas keseluruhan proses tersebut”.
Definisi ini didasari semangat untuk menetapkan komunikasi audio-visual sebagai suatu bidang studi. Ketentuan ini mengembangkan gagasan bahwa teknologi pendidikan merupakan suatu profesi.
5. Definisi AECT 1977
“Teknologi pendidikan adalah proses kompleks yang terintegrasi meliputi orang, prosedur, gagasan, sarana, dan organisasi untuk menganalisis masalah, merancang, melaksanakan, menilai dan mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar pada manusia.
Definisi tahun 1977, AECT berusaha mengidentifikasi sebagai suatu teori, bidang dan profesi. Definisi sebelumnya, kecuali pada tahun 1963, tidak menekankan teknologi pendidikan sebagai suatu teori.
6. Definisi AECT 1994
“Teknologi Pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, serta evaluasi tentang proses dan sumber untuk belajar.”
Definisi ini berupaya semakin memperkokoh teknologi pembelajaran sebagai suatu bidang dan profesi, yang tentunya perlu didukung oleh landasan teori dan praktek yang kokoh. Definisi ini juga berusaha menyempurnakan wilayah atau kawasan bidang kegiatan dari teknologi pembelajaran. Di samping itu, definisi ini berusaha menekankan pentingnya proses dan produk.
7. Definisi AECT 2004
“Teknologi pembelajaran adalah studi dan etika praktek untuk memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja melalui penciptaan, penggunaan, dan pengaturan proses dan sumber daya teknologi.”
Perbedaan antara definisi 1994 dan 2004 adalah :
Definisi 2004
1. Menekankan pada teori dan praktek.
2. Menekankan pada Studi dan etika praktek
3. Pokok kegiatan adalah desain, pengembangan, Penciptaan, pengaturan, penggunaan, pemanfaatan, pengelolaan, dan penilaian
4. Tujuan untuk keperluan belajar
5. Tujuan memfasilitasi pembelajaran
6. Utilisasi proses & sumber belajar
7. Utilisasi proses & sumber daya teknologi
Untuk poin 1, definisi 2004 sudah lebih spesifik karena menekankan pada studi & etika praktek. Poin 2, definisi 2004 memiliki kekurangan karena tidak mencakup untuk penilaian. Poin 3 sudah berkenaan dengan perubahan paradigma, dimana teknologi pembelajaran hanya memfasilitasi pembelajaran – artinya faktor-faktor lain dianggap sudah ada. Poin 4, definisi 2004 sudah lebih luas karena yang dikelola bukan hanya semata proses dan sumber belajar, tetapi lebih jauh sudah mencakup proses dan sumber daya teknologi.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa definisi 2004 sudah mencakup aspek etika dalam profesi , peran sebagai fasilitator, dan pemanfaatan proses dan sumber daya teknologi.
II.2 LANDASAN FALSAFAH DAN TEORI TEKNOLOGI PENDIDIKAN
Falsafah adalah rangkaian pernyataan yang didasarkan pada keyakinan, konsepsi, dan sikap seseorang yang menunjukkan arah atau tujuan yang diambilnya. Rumusan ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Ely (1980, h. 81), di mana seseorang memberikan arti atas suatu gejala seobjektif mungkin, yang didasarkan pengalaman empirik atas sejumlah data yang diamati jadi merupakan generalisasi dari berbagai gagasan yang berkaitan dengan rujukan tertentu. Pendekatan ini sengaja diambil untuk memperoleh pembenaran atau pengakuan akan gejala yang diamati dan bukan mengembangkan gejala itu sendiri.
Pengertian teori secara umum diartikan sebagai segala aspek ilmu yang tidak semata-mata bersifat empirik. Sedangkan secara khusus, teori adalah ringkasan pernyataan yang melukiskan dan menata sejumlah pengamatan empirik.
Sejumlah asumsi dijadikan dasar untuk menentukan gejala yang diamati dan teori yang akan dirumuskan. Asumsi-asumsi itu adalah :
1. Ilmu dan pengetahuan berkembang dengan pesat dengan implikasi bagi kebanyakan orang untuk mengikuti perkembangan itu.
2. Pertambahan penduduk akan membawa implikasi bahwa mereka perlu memperoleh pendidikan.
3. Terjadinya perubahan-perubahan mendasar dan bersifat menetap di bidang sosial, politik, ekonomi, industri, dan kebudayaan, yang menghendaki re-edukasi atau pendidikan terus menerus bagi semua orang.
4. Penyebaran teknologi ke dalam kehidupan masyarakat yang semakin luas yang mempengaruhi segala aspek kehidupan, termasuk bidang pendidikan.
5. Makin terbatasnya sumber-sumber tradisional sehingga harus diciptakan sumber baru dan sementara itu sumber yang terbatas tersebut harus dimanfaatkan seoptimal mungkin agar lebih berdaya guna dan berhasil guna.
Pendekatan Filsafati
Setiap pengetahuan, mempunyai tiga komponen yang merupakan tiang penyangga tubuh pengetahuan yang didukungnya (Suriasumantri). Ketiga komponen tersebut yaitu ontologi (apa), epistimologi (bagaimana), dan aksiologi (untuk apa).
Suriasumantri mengemukakan bahwa ontologi merupakan asas dalam menetapkan ruang lingkup wujud yang menjadi objek penelahaan, serta penafsiran tentang hakikat realitas dari objek tersebut. Epistimologi merupakan asas mengenai cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi suatu tubuh pengetahuan. Sedangkan aksiologi merupakan asas dalam menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh dan disusun dalam tubuh pengetahuan tersebut.
Serangkaian pertanyaan yang timbul adalah: “Apa yang menjadi objek penelaahan dalam teknologi pendidikan? Sampai mana ruang lingkup wujud objek yang ditelaah itu? Bukankah pendidikan sudah seusia hidup itu sendiri? Dan karena itu apakah masih mungkin adanya objek telaah baru?”
Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka terlebih dulu dikutip pernyataan Sir Eric Ashby tentang terjadinya empat revolusi dalam dunia pendidikan. Revolusi-revolusi ini terjadi karena adanya masalah yang tak teratasi dengan cara yang ada sebelumnya, yaitu masalah “belajar”.
Revolusi pertama, terjadi karena orang tua atau keluarga tidak mampu lagi membelajarkan anak-anaknya sendiri sehingga menyerahkan tanggung jawab itu kepada orang lain yang secara khusus diberi tanggung jawab untuk mendidik.
Revolusi kedua, karena guru ingin memberikan pelajaran kepada lebih banyak anak didik dengan cara yang lebih cepat sehingga kegiatan pendidikan dilembagakan dengan berbagai ketentuan yang dibakukan.
Revolusi ketiga, ditemukannya mesin cetak yang memungkinkan tersebarnya informasi iconic dan numeric dalam bentuk buku dan media cetak lain, sehingga guru dapat membelajarkan lebih banyak lagi dan lebih cepat lagi. Buku hingga saat ini masih dianggap sebagai media utama di samping guru untuk kegiatan pendidikan.
Revolusi keempat, berlangsung dengan perkembangan yang pesat di bidang elektronik. Dalam revolusi ini, mulai disadari bahwa tidaklah mungkin bagi guru untuk memberikan semua ajaran yang diperlukan, karena yang lebih penting adalah mengajar anak didik tentang bagaimana belajar. Belajar tersebut dapat menggunakan berbagai sumber sebagai “akibat” dari perkembangan media elektronik, seperti radio, televisi, tape, dan lain-lain, yang mampu menembus batas geografis, sosial, dan politis secara lebih intens lagi daripada media cetak. Pesan-pesan dapat lebih cepat, lebih bervariasi, serta berpotensi untuk lebih berdaya guna bagi si penerima.
Pada awalnya, guru menghadapi anak didiknya dengan bertatap muka langsung dan bertindak sebagai satu-satunya sumber untuk belajar. Perkembangan berikutnya, ia menggunakan sumber lain berupa buku sehingga membagi perannya kepada media lain dalam menyajikan ajaran. Dalam perkembangan selanjutnya, media komunikasi mampu menyalurkan pesan yang dirancang khusus agar dapat diterima langsung kepada anak didik tanpa dapat dikendalikan oleh guru.
Dari ilustrasi di atas dapat disimpulkan adanya masalah-masalah baru, yaitu :
1. Adanya berbagai macam sumber untuk belajar termasuk orang, pesan, media, alat, cara-cara tertentu dalam mengolah atau menyajikan pesan, serta lingkungan di mana proses pendidikan itu berlangsung.
2. Perlunya sumber-sumber tersebut dikembangkan, baik secara konseptual maupun secara faktual.
3. Perlu dikelolanya kegiatan pengembangan, maupun sumber-sumber belajar agar dapat digunakan seoptimal mungkin untuk keperluan belajar.
Ketiga masalah di atas merupakan ruang lingkup wujud objek penelaahan (ontologi) teknologi pendidikan.
Ciri-ciri pendekatan baru landasan epistimologi teknologi pendidikan adalah :
1. Keseluruhan masalah belajar dan upaya pemecahannya dielaah secara simultan.
2. Unsur-unsur yang berkepentingan diintegrasikan dalam suatu roses kompleks secara sistemik untuk memecahkan masalah.
3. Penggabungan ke dalam proses yang kompleks atas gejala secara menyeluruh.
Sedangkan kegunaan potensial teknologi pendidikan (aksiologi), antara lain meningkatkan produktivitas pendidikan, memberikan kemungkinan pendidikan yang sifatnya lebih individual, memberikan dasar pembelajaran yang lebih ilmiah, lebih memantapkan pembelajaran, memungkinkan belajar lebih akrab, serta memungkinkan penyajian pendidikan lebih luas dan merata.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

assalam.... sis... aku mau tanya... apa yang membuat kamu tertarik engan teknologi pendidikan ? apakah ada provit yang didapatkan ?

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme Template Blog Free | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes