Selasa, 11 Desember 2012

Pemanfaatan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar Untuk Anak Usia Dini


Di bawah ini adalah pembahasan makalah yang saya buat sebagai syarat untuk mengikuti UTS makul Komputer dan Media Pembelajaran yang berisi tentang bagaimana pemanfaatan lingkungan untuk anak usia dini.

A.      Manusia dan Lingkungannya
Dalam kamus Umum Indonesia (KUBI), lingkungan diartikan sebagai bulatan yang melingkungi (melingkari). Pengertian lainnya, lingkungan adalah sekalian yang terlingkup di suatu daerah. Disebutkan juga bahwa lingkungan merupakan kesatuan ruang dengan semua benda dan keadaan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya serta makhluk hidup lainnya. Lingkungan itu terdiri dari unsur-unsur dari biotik (makhluk hidup), abiotik (benda mati), dan budaya manusia. Jalinan hubungan antara manusia dengan
lingkungannya tidak hanya ditentukan dengan jenis dan jumlah makhluk hidup dan benda mati, melainkan juga oleh budaya manusia itu sendiri (http://licosearch.com/search.php?w&q=Pemanfaatan+Lingkungan+sebagai+Sumber+Belajar+_+SIMBOL++Sistem+Informasi+Manajemen+Pelaporan+Dana+BOS)
Prof. Drs. Dakir dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Psikologi menyatakan bahwa, “Dalam usaha memenuhi kebutuhan, manusia selalu dihadapkan dengan lingkungannya. Lingkungan tersebut dapat berupa lingkungan pisik yang terdiri atas lingkungan alam kodrat, misalnya gunung, laut, sungai, danau, hutan, padang pasir, dan sebagainya. Sedang lingkungan alam buatan yaitu alam yang telah diubah dan diolah oleh jasa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, misalnya kota metropolitan, pabrik, pelabuhan, berbagai alat transportasi, alat elektronik, dan lain-lain. Disamping lingkungan pisik, manusia hidup dalam lingkungan masyarakat yang terdiri atas berbagai macam lapangan hidup dan berbagai macam kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi”.
Manusia dalam lingkungan memiliki peran utama untuk memelihara maupun mengubah lingkungan, bahkan manusia sendiri yang dapat merusaknya. Lingkungan tempat manusia berada mempengaruhi keberadaan manusia itu sendiri. Manusia mempengaruhi lingkungannya dengan memelihara dan memanfaatkan lingkungan untuk kelangsungan hidupnya, namun tidak sedikit pula manusia yang merusak lingkungan hanya untuk kepentingan sesaat yang akibatnya merugikan manusia itu sendiri serta manusia lainnya, seperti terjadinya bencana banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, kekeringan, dan lain-lain.
Dari semua lingkungan masyarakat yang dapat digunakan dalam proses pendidikan dan pengajaran secara umum dapat dikategorikan menjadi tiga macam lingkungan belajar, yakni (Nana Sudjana, 2002) : a) lingkungan sosial, b) lingkungan alam, c) lingkungan buatan. Lingkungan yang pertama adalah lingkungan sosial, yaitu sebagai sumber belajar yang berkenaan dengan interaksi manusia dengan kehidupan bermasyarakat seperti organisasi sosial, adat, dan kebiasaan, mata pencaharian, kebudayaan, pendidikan, kependudukan, struktur pemerintahan, agama, dan sistem nilai. Lingkungan sosial tepat digunakan untuk mempelajari ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan. Dalam praktek pengajaran penggunaan lingkungan sosial sebagai media dan sumber belajar dimulai dari lingkungan yang paling dekat, seperti keluarga, tetangga, rukun tetangga, kampung, desa, kecamatan, dan seterusnya. Lingkungan belajar yang kedua yaitu lingkungan alam, yaitu berkenaan dengan segala sesuatu yang sifatnya alamiah, seperti keadaan geografis, iklim, suhu udara, musim, curah hujan, flora (tumbuhan), fauna (hewan), sumber daya alam (air, hutan, tanah, batu-batuan, dan lain-lain). Lingkungan belajar yang ketiga adalah lingkungan buatan, yakni lingkungan yang secara sengaja dibuat manusia untuk tujuan tertentu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Lingkungan buatan antara lain irigasi atau pengairan, bendungan, taman, kebun binatang, penghijauan, pembangkit tenaga listrik, dan lain sebagainya.




B.       Sumber Belajar
Sumber ialah asal yang mendukung terjadinya belajar, termasuk sistem pelayanan, bahan pembelajaran, dan lingkungan (Barbara B. Seels dkk, 1994). Pengertian sumber belajar dalam arti luas banyak dikemukakan oleh para ahli yaitu(http://zona.uimadura.ac.id/sumber-belajar-dan-media-pendidikanbagipaud/):
1.    Torkleson (1965) mengatakan bahwa sumber belajar adalah segala sesuatu yang digunakan untuk kepentingan pelajaran yaitu segala yang ada di sekolah pada masa lalu, sekarang dan yang akan datang.
2.    Nana Sudjana (1997) mendefinisikan sumber belajar segala daya yang dimanfaatkan guna memberi kemudahan kepada seseorang dalam belajarnya.
3.    AECT (1995) memberikan batasan sumber belajar sebagai segala sesuatu yang berupa pesan, manusia, material (media software), peralatan (hardware), teknik (metode) dan lingkungan yang digunakan secara sendiri-sendiri maupun dikombinasikan untuk memfasilitasi terjadinya kegiatan belajar.
4.    Aggani Sudoso (1995) mengartikan sumber belajar adalah segala macam yang dapat digunakan untuk memberikan informasi maupun berbagai keterampilan kepada murid maupun guru.
5.    Anna Suhaenah (1998) mengatakan bahwa sumber belajar adalah manusia, bahan, kejadian, peristiwa, setting, teknis yang membangun kondisi yang memberikan kemudahan bagi anak didik untuk belajar memperoleh pengetahuan keterampilan dan sikap.
Sumber belajar (learning resources) adalah semua sumber baik berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan oleh peserta didik dalam belajar, baik secara terpisah maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah peserta didik dalam mencapai tujuan belajar atau mencapai kompetensi tertentu.



1.        Jenis Sumber Belajar
Sumber belajar tersebut dapat dibedakan menjadi enam jenis atau disingkat dengan POBATeL, yaitu pesan (message), orang (people), bahan (equipment), alat (tool and equipment), teknik (technique), dan lingkungan (setting). Pesan adalah segala informasi dalam bentuk ide/gagasan, fakta, data, yang disampaikan kepada siswa, biasanya pesan-pesan ini sudah tertuang dalam kurikulum yang berlaku. Orang adalah manusia yang berperan sebagai pengolah dan penyaji pesan, seperti guru, pembimbing, dan narasumber lain (resource person) yang dilibatkan dalam kegiatan pambelajaran. Bahan berkaitan dengan software atau perangkat lunak yang berisi pesan-pesan pembelajaran, seperti buku teks, modul, majalah, paket belajar, termasuk juga film, program televisi, dan kaset audio. Alat adalah perangkat keras (hardware) yang digunakan untuk menyampaikan pesan pembelajaran, seperti proyektor OHP, televisi, proyektor slide, slide dan pesawat radio. Teknik adalah prosedur yang digunakan untuk menyajikan pesan/bahan ajar, seperti simulasi, diskusi, demonstrasi, dan pemecahan masalah. Sumber belajar yang terakhir, yaitu lingkungan yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan belajar-mengajar, seperti lingkungan alam sekitar, ruang kelas, studio, perpustakaan, aula, teman, kebun, pasar, toko, museum, kantor dan sebagainya.
Secara garis besarnya, terdapat dua jenis sumber belajar yaitu : 1) sumber belajar yang dirancang (learning resources by design), yakni sumber belajar yang secara khusus dirancang atau dikembangkan sebagai komponen sistem instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal. 2) sumber belajar yang dimanfaatkan (learning resources by utilization), yaitu sumber belajar yang tidak didesain khusus untuk keperluan pembelajaran dan keberadaannya dapat ditemukan, diterapkan dan dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran.



2.        Memilih Sumber Belajar
Dalam memilih sumber belajar harus memperhatikan kriteria sebagai berikut: (a) ekonomis: tidak harus terpatok pada harga yang mahal; (b) praktis: tidak memerlukan pengelolaan yang rumit, sulit dan langka; (c) mudah: dekat dan tersedia di sekitar lingkungan kita; (d) fleksibel: dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan instruksional dan; (e) sesuai dengan tujuan: mendukung proses dan pencapaian tujuan belajar, dapat membangkitkan motivasi dan minat belajar siswa.
Lingkungan sebagai sumber belajar dapat dimaknai sebagai segala sesuatu yang ada di sekeliling kita (makhluk hidup lain, benda mati, dan budaya manusia) yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan belajar dan pembelajaran secara lebih optimal. Sumber belajar pada hakekatnya bertujuan untuk mengembangkan berbagai potensi yang sesuai dengan karakteristik anak. Untuk itu sangat beragam dan bervariasi baik dalam  hal kemampuan, sikap serta minatnya. Belajar bagi anak usia dini tidak dirasakan sebagai beban tetapi menjadi bermain yang menyenangkan dan tidak membosankan. Sumber belajar dapat menjadikan pembelajaran berlangsung secara optimal dan efektif, apabila sang guru kreatif merancang pemanfaatan dari berbagai sumber belajar tersebut.

C.    Anak Usia Dini
Anak-anak adalah manusia biasa yang sering kita temui di lingkungan sekitar kita. Anak-anak yang lucu serta menggemaskan bagi orang dewasa yang juga merupakan masa depan bangsa. Dilihat dari usianya berkisar antara 0 sampai 6 tahun atau usia pra sekolah bisa juga dikatakan PAUD ataupun TK. Sejak anak dilahirkan hingga tahun-tahun pertama anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat (Ritta Eka Izzaty dkk, 2008). Masa kanak-kanak merupakan gambaran awal manusia sebagai manusia. Para  ahli  neuroscience mengemukakan bahwa,  anak sejak dilahirkan telah memiliki milayaran sel neuron yang siap dikembangkan. Pada saat ini pertumbuhan sel jaringan otak terjadi sangat pesat, dan sampai  pada  usia  4  tahun    (golden  age)  80%  jaringan  otaknya  telah  tersusun.  Jaringan tersebut  akan  berkembang  dengan  optimal  jika  ada  rangsangan  dari  luar  berupa pengalaman-pengalaman  yang  dipelajari  oleh  anak.  Sebaliknya  jaringan  sel  akan mati jika kurang menerima rangsangan atau rangsangannya tidak tepat. Oleh karena itu, orang tua dan pendidik perlu memahami  tentang perkembangan anak, agar dapat memberikan pengalaman yang sesuai dan dibutuhkan dalam perkembangan anak.
Perkembangan dan Pertumbuhan Anak Usia Dini
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses alami yang terjadi sejak dalam kandungan sampai akhir hayat. Pertumbuhan lebih menitikberatkan pada perubahan fisik yang bersifat kuantitatif, sedangkan perkembangan yang bersifat kualitatif berarti serangkaian perubahan progresif sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Aspek-aspek perkembangan yang terjadi pada anak usia dini, yaitu (Mansur, 2005) :
a)   Perkembangan fisik dan motorik
Perkembangan fisik akan menentukan ketrampilan anak dalam bergerak. Perkembangan motorik erat kaitannya dengan masalah perkembangan fisik. Pada anak usia dini ketrampilan-ketrampilan yang menggunakan otot tangan dan kaki sudah mulai berfungsi. Pada usia tiga tahun otak anak mencapai tiga perempat ukuran orang dewasa. Kemudian pada usia lima tahun otak anak mencapai sembilan persepuluh ukuran orang dewasa. Perkembangan semacam itu memerlukan ketrampilan motorik agar saraf yang mulai tumbuh dapat berfungsi secara maksimal. Anak usia dini sangat menyukai gerakan-gerakan sederhana seperti melompat, meloncat, dan berlari.
b)   Perkembangan kognitif
Anak-anak dapat mengenali kejadian yang mereka alami sekarang berhubungan dengan skemata. Misalnya, ada anak kecil yang diberi boneka baru, dia akan mengenalinya pada keesokan harinya. Perkembangan kognitif menggambarkan bagaimana pikiran anak berkembang dan berfungsi sehingga dapat berpikir. Jean Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif menjadi empat, sebagai berikut (C. Asri Budiningsih, 2004) :
1)   Tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun)
Pertumbuhan kemampuan tampak dari kegiatan motorik dan persepsi yang sederhana berdasarkan tindakan yang dilakukan langkah demi langkah. Kemampuan yang dimilikinya antara lain: (a) melihat dirinya sendiri sebagai makhluk berbeda dengan objek di sekitarnya, (b) mencari rangsangan melalui sinar lampu dan suara, (c) suka memperhatikan sesuatu lebih lama, (d) mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya, dan (e) memperhatikan objek sebagai hal yang tetap lalu ingin merubah tempatnya.
2)   Tahap preoperasional (umur 2-7/8 tahun)
Ciri perkembangan pada tahap ini adalah penggunaan simbol/bahasa tanda. Tahap ini dibagi menjadi dua, yaitu preoperasional dan intuitif. Preoperasional (2-4 tahun), anak mampu menggunakan bahasa dalam mengembangkan konsepnya, walau masih sederhana. Karakteristik tahap ini ialah: self counternya sangat menonjol; dapat mengklasifikasikan objek pada tingkat dasar secara tunggal atau mencolok; tidak mampu memusatkan perhatian pada objek-objek yang berbeda; mampu mengumpulkan barang-barang menurut kriteria dengan benar; dapat menyusun benda-benda secara berderet tetapi tidak dapat menjelaskan perbedaannya. Tahap intuitif  (4-7/8 tahun), anak dapat memperoleh pengetahuan berdasar kesan yang agak abstrak. Anak juga dapat mengungkapkan isi hatinya secara simbolik. Karakteristiknya adalah: dapat membentuk kategori objek namun kurang disadari; mulai mengetahui hubungan secara logis terhadap hal yang lebih kompleks; dapat melakukan sesuatu terhadap sejumlah ide; dan mampu memperoleh prinsip-prinsip secara benar.
3)   Tahap operasional konkret (umur 7/8-11/12 tahun)
Ciri pokoknya adalah anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis dalam melakukan kegiatan tertentu. Anak mampu menangani sistem klasifikasi, namun tidak sepenuhnya menyadari prinsip-prinsip yang terkandung. Untuk menghindari keterbatasan berpikir anak perlu diberi gambaran konkret.
4)   Tahap operasional formal (umur 11/12-18 tahun)
Ciri pokok perkembangan tahap ini ialah anak mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan”. Pada tahap ini kondisi berpikir anak sudah dapat bekerja secara efektif dan sistematis, menanalisis secara kombinasi, berpikir secara proporsional, dan menarik generalisasi secara mendasar pad asatu macam isi.
c)    Perkembangan bahasa
Kebanyakan anak memulai perkembangan bahasanya dari menangis untuk mengekspresikan responnya terhadap bermacam-macam stimulant. Setelah itu anak mulai memeram, yaitu melafalkan bunyi yang tidak ada artinya secara berulang. Kemudian anak belajar kalimat satu kata, seperti “maem” yang artinya minta makan. Anak umumnya belajar nama-nama benda sebelum kata-kata yang lain. Pada saat anak berusia lima tahun, mereka telah menghimpun kurang lebih 8.000 kosa kata, disamping telah menguasai hampir semua bentuk dasar tata bahasa. Pada aspek pengembangan kemampuan berbahasa yang ingin dicapai adalah kemampuan menggunakan bahasa untuk pemahaman bahasa pasif dan dapat berkomunikasi secara efektif yang bermanfaat atau mengungkapkan pikiran dan belajar. Anak-anak belajar bahasa dalam lingkunagn sosial berkomunikasi dengan orang lain pertama kali biasanya dengan ibu dan para pengasuh lain. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi menghadapi lingkungan hendaknya pondasi anak dikuatkan di lingkungan keluarganya sehingga anak siap mengontrol diri.
d)   Perkembangan moral dan nilai-nilai agama
Berkaitan dengan perkembangan moral, Kohlberg membagi menjadi tiga tahap yaitu : tahap prakonvensional, untuk anak usia 2-8 tahun, penalaran moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman eksternal, tahap konvensional, untuk anak usia 9-13 tahun, anak menaati standar-standar tertentu tetapi mereka tidak menaati standar orang lain (eksternal), seperti orang tua atau masyarakat. Anak menghargai kebenaran, kepedulian, dan kesetiaan kepada orang lain sebagai landasan pertimbangan moral. Tahap pascakonvensional, untuk usia di atas 13 tahun, anak mengenal tindakan-tindakan moral alternatif, menjajaki pilihan-pilihan dan kemudian memutuskan suatu kode moral pribadi. Moral sangat berkaitan dengan nilai-nilai agama yang telah dimiliki setiap manusia itu lahir. Yang di dalam agama itu terdapat aturan-aturan lengkap, salah satunya moral.
e)    Perkembangan sosio-emosional
Perkembangan sosial anak dimulai dari sifat egosentrik, individual, ke arah interaktif komunal. Pada mulanya anak bersifat egosentrik, hanya dapat memandang dari satu sisi, yaitu dirinya sendiri maka pada usia 2-3 tahun anak suka bermain sendiri. Adanya sifat egosentrisme yang tinggi pada anak disebabkan anak belum dapat memahami perbedaan perspektif pikiran orang lain. Selanjutnya anak mulai berinteraksi dengan anak lain, mulai bermain bersama, dan tumbuh sifat sosialnya. Emosi anak merupakan perasaan yang melibatkan perpaduan antara gejolak fisiologis dan perilaku yang terlihat. Minat, ketergantungan, dan rasa muak atau jijik muncul pada saat lahir, senyum sosial terlihat pada usia 2-6 minggu. Kemarahan, keheranan, dan kesedihan terjadi pada usia 5-7 bulan, rasa malu terjadi pada usia 6-8 bulan, rasa hina dan rasa bersalah pada usia 2 tahun.
f)    Perkembangan seni dan kreativitas
Perilaku yang mencerminkan kreativitas alamiah pada anak dapat diidentifikasi dari beberapa ciri, yaitu senang menjajaki lingkungan, mengamati dan memegang segala sesuatu, eksplorasi secara ekspansif dan eksesif, rasa ingin tahunya besar, suka mengajukan pertanyaan dengan tak henti-hentinya, bersifat spontan menyatakan pikiran dan perasaannya, suka melakukan eksperimen, dan mencoba berbagai hal baru. Anak kreatif berbeda dengan anak pandai atau anak patuh. Kreativitas bukan merupakan bakat yang hanya terjadi karena faktor keturunan. Kreativitas lebih banyak ditentukan faktor lingkungan, terutama pola asuh orang tuanya.

D.    Pentingnya Pemanfaatan Lingkungan Alam Sebagai Sumber Belajar Untuk Anak Usia Dini
Sumber belajar merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan belajar anak dan sangat membantu dalam aspek perkembangan anak baik aspek kognitif, sosial, bahasa, motorik, afeksi, moral dan sebagainya yang merupakan suatu sistem proses pembelajaran. Dengan tersedianya sumber belajar memungkinkan tumbuhnya budaya belajar anak secara mandiri sebagai dasar untuk pembiasaan dalam kehidupan di kemudian hari serta menciptakan komunikasi antara anak dengan orang dewasa dan teman sebaya. Sumber belajar dapat membantu mengenalkan anak pada lingkungan dan juga mengajar anak mengenal kekuatan maupun kelemahan dirinya dan juga mendukung anak untuk lebih banyak melakukan kegiatan belajar yaitu selain mendengarkan uraian dari guru tetapi juga mengamati, melakukan, mendemontrasikan dan lain-lain.
Lingkungan yang ada di sekitar kita adalah salah satu sumber yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan belajar secara optimal. Pentingnya lingkungan sebagai sumber belajar untuk anak usia dini adalah memberi kesempatan anak untuk mendapatkan pengetahuan dan memperkaya pengetahuannya. Dalam hal ini lingkungan menfasilitasi anak untuk menyalurkan keingintahuannya terhadap banyak hal. Apabila mengajar dengan menggunakan lingkungan tersebut sebagai sumber belajarnya maka hal itu akan lebih bermakna dan bernilai, sebab para siswa diharapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang dialami sehingga lebih nyata, lebih faktual, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan. Banyak sekali keuntungan yang dapat diperoleh dari lingkungan sebagai sumber belajar. Lingkungan menyediakan berbagai hal yang dapat dipelajari anak, memperkaya wawasannya, tidak terbatas oleh tempat dinding kelas, dan kebenarannya lebih akurat. Kegiatan belajar dimungkinkan akan lebih menarik, tidak membosankan, dan menumbuhkan antusiasme siswa untuk lebih giat belajar. Belajar akan lebih bermakna (meaningful learning), sebab siswa diharapkan dengan keadaan yang sebenarnya. Aktifitas siswa akan lebih meningkat dengan memungkinkannya menggunakan wawancara, membuktikan sesuatu, dan menguji fakta. Dengan memahami dan menghayati aspek-aspek kehidupan yang ada di lingkungannya, dapat dimungkinkan terjadinya pembentukan pribadi para siswa, seperti cinta terhadap lingkungan. Hal tersebut juga untuk melatih tanggungjawab dan mengembangkan perasaan kasih saying anak terhadap makhluk lain.
Sebenarnya jika disadari hampir semua isi mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dapat dipelajari dari lingkungan. Di lingkungan tempat tinggal ataupun di lingkungan sekolah, terdapat kekayaan alam yang sangat melimpah dan jauh lebih baik jika dibandingkan dengan fasilitas yang dapat disediakan oleh pemerintah. Lingkungan alam sekitar baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial budaya seperti “laboratorium raksasa”, yang dapat digunakan sebagai sumber belajar. Dengan demikian, sebetulnya sekolah dan guru tidak sendirian, mereka dapat berkomunikasi dengan lingkungan, dan dengan sumber belajar lain.
Memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, memberikan tuntunan dalam mengaitkan antara kurikulum dengan lingkungan sehari-hari, serta memvariasikan metode mengajar agar tidak terjadi kebosanan. Ini penting karena guru berhadapan dengan murid dari berbagai jenis latar belakang, tingkat kemampuan, dan kebutuhan yang berbeda satu sama lain. Oleh karena itu, dalam menggunakan sumber belajar, metode penyampaian dan berbagai pendekatan lainnya harus disesuaikan dengan kebutuhannya. Sumber belajar berupa lingkungan alam mudah dijangkau, tidak memerlukan biaya tinggi, dan tempat tersebut cukup aman untuk digunakan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan sumber belajar dalam pembelajaran anak usia dini tentunya didasarkan atas kemanfaatan sumber-sumber belajar tersebut bagi terselenggaranya kegiatan pembelajaran anak secara efektif. Manfaat yang didapat tersebut adalah sebagai berikut (http://zona.uimadura.ac.id/sumber-belajar-dan-media-pendidikan-bagi-paud/):
1.    Dapat memberikan pengalaman belajar yang lebih kongkret dan langsung. Anak dalam masa usia dini berada pada fase berfikir kongkret artinya anak usia dini belum mampu berfikir di luar batas kemampuan panca indranya (secara abstrak). Pemberian pengalaman belajar yang nyata/kongkret akan lebih bermakna dalam proses belajar anak.
2.    Pemanfaatan sumber belajar dapat mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indra. Maksudnya bila seorang guru ingin menerangkan tentang binatang & tentunya binatang tersebut tidak bisa dibawa ke dalam kelas maka seorang guru dapat menggunakan gambar/foto.
3.    Menambah wawasan dan pengalaman anak. Misalnya untuk menambah wawasan dan pengalaman anak mengenai kehidupan ikan di air, guru tidak hanya menjelaskan secara lisan, tetapi guru bisa menggunakan sumber belajar yang lain misalnya mengajak anak-anak mengamati pada aquarium.
4.    Memberikan informasi yang akurat dan terbaru. Misalkan informasi yang didapatkan anak melalui buku bacaan/majalah untuk anak, majalah yang terbit tiap minggu tentunya menyajikan informasi yang selalu baru dan ini sangat menguntungkan karena mendapatkan informasi atau pengetahuan yang baru atau pengalaman baru yang didapat anak tentunya akan meningkatkan minat belajar anak untuk senantiasa melek informasi, dengan demikian unsur pembiasaan juga merupakan manfaat sumber belajar.
5.    Meningkatkan motivasi belajar anak. Motivasi anak untuk belajar selalu menjadi fokus perhatian pendidik dan orang tua dalam pengelolaan kegiatan pembelajaran anak usia dini. Artinya kreativitas pendidik dalam memilih dan memanfaatkan berbagai sumber belajar akan mendorong anak menyenangi kegiatan belajarnya, karena anak diberikan sumber pengetahuan, sumber informasi, dan sumber belajar yang beragam.
6.    Mengembangkan kemampuan berfikir anak secara lebih kritis dan positif. Dengan diberikan berbagai alternatif sumber belajar pada anak kemampuan berfikir kritis anak akan semakin meningkat, upaya tersebut tidak lepas dari upaya yang dilakukan guru dengan menempuh berbagai cara dalam menyampaikan pengetahuan kepada anak. Misalnya anak dibawa ke suatu tempat misalnya kebun binatang, anak akan secara otomatis berkembang pemikiran kritisnya, hal tersebut akan ditunjukkan oleh anak dengan mengemukakan atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan terhadap fakta, peristiwa, kejadian yang ditemukan di tempat tersebut dan bahkan akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tidak terpikirkan oleh guru sekalipun. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa anak berkembang kemampuan berfikir kritis dan berfikir positifnya.
Lingkungan sebagai sumber belajar juga dapat meningkatkan produktivitas pembelajaran yaitu mempercepat laju belajar dan membantu pendidik untuk menggunakan waktu secara lebih baik serta mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga dapat lebih banyak membina dan mengembangkan gairah. Selain itu juga memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual yaitu mengurangi kontrol pendidik yang kaku dan tradisional dan memberikan kesempatan bagi siswa untuk berkembang sesuai dengan kemampuannnya. Pentingnya lingkungan bagi pembelajaran adalah membuktikan terjadinya interaksi manusia dengan manusia, manusia dengan alam, maupun alam dengan alam. Sehingga pembelajaran tidak hanya berada dalam buku atau dengan alat peraga saja, melainkan bukti langsung oleh interaksi dengan alam sekitar.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme Template Blog Free | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes