Di bawah ini adalah pembahasan makalah yang saya buat sebagai syarat untuk mengikuti UTS makul Komputer dan Media Pembelajaran yang berisi tentang bagaimana pemanfaatan lingkungan untuk anak usia dini.
A.
Manusia
dan Lingkungannya
Dalam kamus Umum Indonesia (KUBI), lingkungan
diartikan sebagai bulatan yang melingkungi (melingkari). Pengertian lainnya,
lingkungan adalah sekalian yang terlingkup di suatu daerah. Disebutkan juga bahwa
lingkungan merupakan kesatuan ruang dengan semua benda dan keadaan makhluk hidup
termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya serta makhluk hidup lainnya.
Lingkungan itu terdiri dari unsur-unsur dari biotik (makhluk hidup), abiotik
(benda mati), dan budaya manusia. Jalinan hubungan antara manusia dengan
lingkungannya tidak hanya ditentukan dengan jenis dan jumlah makhluk hidup dan benda mati, melainkan juga oleh budaya manusia itu sendiri (http://licosearch.com/search.php?w&q=Pemanfaatan+Lingkungan+sebagai+Sumber+Belajar+_+SIMBOL++Sistem+Informasi+Manajemen+Pelaporan+Dana+BOS)
lingkungannya tidak hanya ditentukan dengan jenis dan jumlah makhluk hidup dan benda mati, melainkan juga oleh budaya manusia itu sendiri (http://licosearch.com/search.php?w&q=Pemanfaatan+Lingkungan+sebagai+Sumber+Belajar+_+SIMBOL++Sistem+Informasi+Manajemen+Pelaporan+Dana+BOS)
Prof.
Drs. Dakir dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar
Psikologi menyatakan bahwa, “Dalam usaha memenuhi kebutuhan, manusia selalu
dihadapkan dengan lingkungannya. Lingkungan tersebut dapat berupa lingkungan
pisik yang terdiri atas lingkungan alam kodrat, misalnya gunung, laut, sungai,
danau, hutan, padang pasir, dan sebagainya. Sedang lingkungan alam buatan yaitu
alam yang telah diubah dan diolah oleh jasa kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, misalnya kota metropolitan, pabrik, pelabuhan, berbagai alat
transportasi, alat elektronik, dan lain-lain. Disamping lingkungan pisik,
manusia hidup dalam lingkungan masyarakat yang terdiri atas berbagai macam
lapangan hidup dan berbagai macam kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat
sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi”.
Manusia
dalam lingkungan memiliki peran utama untuk memelihara maupun mengubah
lingkungan, bahkan manusia sendiri yang dapat merusaknya. Lingkungan tempat
manusia berada mempengaruhi keberadaan manusia itu sendiri. Manusia mempengaruhi
lingkungannya dengan memelihara dan memanfaatkan lingkungan untuk kelangsungan
hidupnya, namun tidak sedikit pula manusia yang merusak lingkungan hanya untuk
kepentingan sesaat yang akibatnya merugikan manusia itu sendiri serta manusia
lainnya, seperti terjadinya bencana banjir, tanah longsor, kebakaran hutan,
kekeringan, dan lain-lain.
Dari
semua lingkungan masyarakat yang dapat digunakan dalam proses pendidikan dan
pengajaran secara umum dapat dikategorikan menjadi tiga macam lingkungan
belajar, yakni (Nana Sudjana, 2002) : a) lingkungan sosial, b) lingkungan alam,
c) lingkungan buatan. Lingkungan yang pertama
adalah lingkungan sosial, yaitu sebagai sumber belajar yang berkenaan dengan
interaksi manusia dengan kehidupan bermasyarakat seperti organisasi sosial,
adat, dan kebiasaan, mata pencaharian, kebudayaan, pendidikan, kependudukan,
struktur pemerintahan, agama, dan sistem nilai. Lingkungan sosial tepat
digunakan untuk mempelajari ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan. Dalam praktek
pengajaran penggunaan lingkungan sosial sebagai media dan sumber belajar
dimulai dari lingkungan yang paling dekat, seperti keluarga, tetangga, rukun
tetangga, kampung, desa, kecamatan, dan seterusnya. Lingkungan belajar yang kedua yaitu lingkungan alam, yaitu
berkenaan dengan segala sesuatu yang sifatnya alamiah, seperti keadaan
geografis, iklim, suhu udara, musim, curah hujan, flora (tumbuhan), fauna
(hewan), sumber daya alam (air, hutan, tanah, batu-batuan, dan lain-lain).
Lingkungan belajar yang ketiga adalah
lingkungan buatan, yakni lingkungan
yang secara sengaja dibuat manusia untuk tujuan tertentu yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia. Lingkungan buatan antara lain irigasi atau pengairan,
bendungan, taman, kebun binatang, penghijauan, pembangkit tenaga listrik, dan
lain sebagainya.
B.
Sumber
Belajar
Sumber ialah asal yang mendukung terjadinya belajar,
termasuk sistem pelayanan, bahan pembelajaran, dan lingkungan (Barbara B. Seels
dkk, 1994). Pengertian sumber belajar dalam arti luas banyak dikemukakan oleh
para ahli yaitu(http://zona.uimadura.ac.id/sumber-belajar-dan-media-pendidikanbagipaud/):
1.
Torkleson (1965) mengatakan
bahwa sumber belajar adalah segala sesuatu yang digunakan untuk kepentingan
pelajaran yaitu segala yang ada di sekolah pada masa lalu, sekarang dan yang
akan datang.
2.
Nana Sudjana (1997)
mendefinisikan sumber belajar segala daya yang dimanfaatkan guna memberi
kemudahan kepada seseorang dalam belajarnya.
3.
AECT (1995) memberikan batasan
sumber belajar sebagai segala sesuatu yang berupa pesan, manusia, material
(media software), peralatan (hardware), teknik (metode) dan
lingkungan yang digunakan secara sendiri-sendiri maupun dikombinasikan untuk
memfasilitasi terjadinya kegiatan belajar.
4.
Aggani Sudoso (1995)
mengartikan sumber belajar adalah segala macam yang dapat digunakan untuk
memberikan informasi maupun berbagai keterampilan kepada murid maupun guru.
5.
Anna Suhaenah (1998) mengatakan
bahwa sumber belajar adalah manusia, bahan, kejadian, peristiwa, setting, teknis yang membangun kondisi
yang memberikan kemudahan bagi anak didik untuk belajar memperoleh pengetahuan
keterampilan dan sikap.
Sumber belajar (learning resources) adalah semua sumber baik berupa data, orang dan
wujud tertentu yang dapat digunakan oleh peserta didik dalam belajar, baik
secara terpisah maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah peserta didik
dalam mencapai tujuan belajar atau mencapai kompetensi tertentu.
1.
Jenis Sumber Belajar
Sumber
belajar tersebut dapat dibedakan menjadi enam jenis atau disingkat dengan
POBATeL, yaitu pesan (message), orang
(people), bahan (equipment), alat (tool and
equipment), teknik (technique),
dan lingkungan (setting). Pesan
adalah segala informasi dalam bentuk ide/gagasan, fakta, data, yang disampaikan
kepada siswa, biasanya pesan-pesan ini sudah tertuang dalam kurikulum yang
berlaku. Orang adalah manusia yang berperan sebagai pengolah dan penyaji pesan,
seperti guru, pembimbing, dan narasumber lain (resource person) yang dilibatkan dalam kegiatan pambelajaran. Bahan
berkaitan dengan software atau
perangkat lunak yang berisi pesan-pesan pembelajaran, seperti buku teks, modul,
majalah, paket belajar, termasuk juga film, program televisi, dan kaset audio.
Alat adalah perangkat keras (hardware)
yang digunakan untuk menyampaikan pesan pembelajaran, seperti proyektor OHP,
televisi, proyektor slide, slide dan pesawat radio. Teknik adalah prosedur yang
digunakan untuk menyajikan pesan/bahan ajar, seperti simulasi, diskusi,
demonstrasi, dan pemecahan masalah. Sumber belajar yang terakhir, yaitu
lingkungan yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan belajar-mengajar, seperti lingkungan
alam sekitar, ruang kelas, studio, perpustakaan, aula, teman, kebun, pasar, toko, museum,
kantor dan sebagainya.
Secara garis
besarnya, terdapat dua jenis sumber belajar yaitu : 1) sumber belajar yang dirancang (learning resources by design), yakni sumber belajar yang secara
khusus dirancang atau dikembangkan sebagai komponen sistem instruksional untuk
memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal. 2) sumber belajar yang dimanfaatkan (learning
resources by utilization), yaitu sumber belajar yang tidak didesain khusus
untuk keperluan pembelajaran dan keberadaannya dapat ditemukan, diterapkan dan
dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran.
2.
Memilih
Sumber Belajar
Dalam memilih sumber belajar harus memperhatikan kriteria
sebagai berikut: (a) ekonomis: tidak harus terpatok pada harga yang mahal; (b) praktis: tidak memerlukan pengelolaan yang rumit, sulit
dan langka; (c)
mudah: dekat dan tersedia di sekitar lingkungan kita; (d) fleksibel: dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan
instruksional dan; (e) sesuai dengan tujuan: mendukung proses dan pencapaian tujuan belajar,
dapat membangkitkan motivasi dan minat belajar siswa.
Lingkungan sebagai sumber belajar dapat dimaknai
sebagai segala sesuatu yang ada di sekeliling kita (makhluk hidup lain, benda
mati, dan budaya manusia) yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan
belajar dan pembelajaran secara lebih optimal. Sumber belajar pada hakekatnya
bertujuan untuk mengembangkan berbagai potensi yang sesuai dengan karakteristik
anak. Untuk itu sangat beragam dan bervariasi baik dalam hal kemampuan,
sikap serta minatnya. Belajar bagi anak usia dini tidak dirasakan sebagai beban
tetapi menjadi bermain yang menyenangkan dan tidak membosankan. Sumber belajar
dapat menjadikan pembelajaran berlangsung secara optimal dan efektif, apabila
sang guru kreatif merancang pemanfaatan dari berbagai sumber belajar tersebut.
C.
Anak
Usia Dini
Anak-anak adalah manusia biasa yang sering kita
temui di lingkungan sekitar kita. Anak-anak yang lucu serta menggemaskan bagi
orang dewasa yang juga merupakan masa depan bangsa. Dilihat dari usianya
berkisar antara 0 sampai 6 tahun atau usia pra sekolah bisa juga dikatakan PAUD
ataupun TK. Sejak anak dilahirkan hingga tahun-tahun pertama anak mengalami
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat (Ritta Eka Izzaty dkk, 2008).
Masa kanak-kanak merupakan gambaran awal manusia sebagai manusia. Para ahli neuroscience mengemukakan bahwa, anak sejak dilahirkan telah memiliki
milayaran sel neuron yang siap dikembangkan. Pada saat ini pertumbuhan sel
jaringan otak terjadi sangat pesat, dan sampai
pada usia 4 tahun (golden age)
80% jaringan otaknya telah
tersusun. Jaringan tersebut akan
berkembang dengan optimal
jika ada rangsangan
dari luar berupa pengalaman-pengalaman yang
dipelajari oleh anak.
Sebaliknya jaringan sel
akan mati jika kurang menerima rangsangan atau rangsangannya tidak
tepat. Oleh karena itu, orang tua dan pendidik perlu memahami tentang perkembangan anak, agar dapat
memberikan pengalaman yang sesuai dan dibutuhkan dalam perkembangan anak.
Perkembangan dan
Pertumbuhan Anak Usia Dini
Pertumbuhan
dan perkembangan merupakan proses alami yang terjadi sejak dalam kandungan
sampai akhir hayat. Pertumbuhan lebih menitikberatkan pada perubahan fisik yang
bersifat kuantitatif, sedangkan perkembangan yang bersifat kualitatif berarti
serangkaian perubahan progresif sebagai akibat dari proses kematangan dan
pengalaman. Aspek-aspek perkembangan yang terjadi pada anak usia dini, yaitu
(Mansur, 2005) :
a)
Perkembangan
fisik dan motorik
Perkembangan
fisik akan menentukan ketrampilan anak dalam bergerak. Perkembangan motorik
erat kaitannya dengan masalah perkembangan fisik. Pada anak usia dini
ketrampilan-ketrampilan yang menggunakan otot tangan dan kaki sudah mulai
berfungsi. Pada usia tiga tahun otak anak mencapai tiga perempat ukuran orang
dewasa. Kemudian pada usia lima tahun otak anak mencapai sembilan persepuluh
ukuran orang dewasa. Perkembangan semacam itu memerlukan ketrampilan motorik
agar saraf yang mulai tumbuh dapat berfungsi secara maksimal. Anak usia dini
sangat menyukai gerakan-gerakan sederhana seperti melompat, meloncat, dan
berlari.
b)
Perkembangan
kognitif
Anak-anak
dapat mengenali kejadian yang mereka alami sekarang berhubungan dengan skemata.
Misalnya, ada anak kecil yang diberi boneka baru, dia akan mengenalinya pada keesokan
harinya. Perkembangan kognitif menggambarkan bagaimana pikiran anak berkembang
dan berfungsi sehingga dapat berpikir. Jean Piaget membagi tahap-tahap
perkembangan kognitif menjadi empat, sebagai berikut (C. Asri Budiningsih,
2004) :
1)
Tahap
sensorimotor (umur 0-2 tahun)
Pertumbuhan
kemampuan tampak dari kegiatan motorik dan persepsi yang sederhana berdasarkan
tindakan yang dilakukan langkah demi langkah. Kemampuan yang dimilikinya antara
lain: (a) melihat dirinya sendiri sebagai makhluk berbeda dengan objek di
sekitarnya, (b) mencari rangsangan melalui sinar lampu dan suara, (c) suka
memperhatikan sesuatu lebih lama, (d) mendefinisikan sesuatu dengan
memanipulasinya, dan (e) memperhatikan objek sebagai hal yang tetap lalu ingin
merubah tempatnya.
2)
Tahap
preoperasional (umur 2-7/8 tahun)
Ciri
perkembangan pada tahap ini adalah penggunaan simbol/bahasa tanda. Tahap ini
dibagi menjadi dua, yaitu preoperasional
dan intuitif. Preoperasional (2-4 tahun), anak mampu menggunakan bahasa dalam
mengembangkan konsepnya, walau masih sederhana. Karakteristik tahap ini ialah: self counternya sangat menonjol; dapat
mengklasifikasikan objek pada tingkat dasar secara tunggal atau mencolok; tidak
mampu memusatkan perhatian pada objek-objek yang berbeda; mampu mengumpulkan
barang-barang menurut kriteria dengan benar; dapat menyusun benda-benda secara
berderet tetapi tidak dapat menjelaskan perbedaannya. Tahap intuitif (4-7/8
tahun), anak dapat memperoleh pengetahuan berdasar kesan yang agak abstrak.
Anak juga dapat mengungkapkan isi hatinya secara simbolik. Karakteristiknya
adalah: dapat membentuk kategori objek namun kurang disadari; mulai mengetahui
hubungan secara logis terhadap hal yang lebih kompleks; dapat melakukan sesuatu
terhadap sejumlah ide; dan mampu memperoleh prinsip-prinsip secara benar.
3)
Tahap
operasional konkret (umur 7/8-11/12 tahun)
Ciri pokoknya
adalah anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis dalam
melakukan kegiatan tertentu. Anak mampu menangani sistem klasifikasi, namun
tidak sepenuhnya menyadari prinsip-prinsip yang terkandung. Untuk menghindari
keterbatasan berpikir anak perlu diberi gambaran konkret.
4)
Tahap
operasional formal (umur 11/12-18 tahun)
Ciri pokok
perkembangan tahap ini ialah anak mampu berpikir abstrak dan logis dengan
menggunakan pola berpikir “kemungkinan”. Pada tahap ini kondisi berpikir anak
sudah dapat bekerja secara efektif dan sistematis, menanalisis secara kombinasi,
berpikir secara proporsional, dan menarik generalisasi secara mendasar pad
asatu macam isi.
c)
Perkembangan
bahasa
Kebanyakan
anak memulai perkembangan bahasanya dari menangis untuk mengekspresikan
responnya terhadap bermacam-macam stimulant.
Setelah itu anak mulai memeram, yaitu
melafalkan bunyi yang tidak ada artinya secara berulang. Kemudian anak belajar
kalimat satu kata, seperti “maem”
yang artinya minta makan. Anak umumnya belajar nama-nama benda sebelum
kata-kata yang lain. Pada saat anak berusia lima tahun, mereka telah menghimpun
kurang lebih 8.000 kosa kata, disamping telah menguasai hampir semua bentuk
dasar tata bahasa. Pada aspek pengembangan kemampuan berbahasa yang ingin
dicapai adalah kemampuan menggunakan bahasa untuk pemahaman bahasa pasif dan
dapat berkomunikasi secara efektif yang bermanfaat atau mengungkapkan pikiran
dan belajar. Anak-anak belajar bahasa dalam lingkunagn sosial berkomunikasi
dengan orang lain pertama kali biasanya dengan ibu dan para pengasuh lain. Oleh
karena itu, untuk mengantisipasi menghadapi lingkungan hendaknya pondasi anak
dikuatkan di lingkungan keluarganya sehingga anak siap mengontrol diri.
d)
Perkembangan
moral dan nilai-nilai agama
Berkaitan
dengan perkembangan moral, Kohlberg membagi menjadi tiga tahap yaitu : tahap prakonvensional, untuk anak usia
2-8 tahun, penalaran moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman
eksternal, tahap konvensional, untuk
anak usia 9-13 tahun, anak menaati standar-standar tertentu tetapi mereka tidak
menaati standar orang lain (eksternal), seperti orang tua atau masyarakat. Anak
menghargai kebenaran, kepedulian, dan kesetiaan kepada orang lain sebagai
landasan pertimbangan moral. Tahap
pascakonvensional, untuk usia di atas 13 tahun, anak mengenal tindakan-tindakan
moral alternatif, menjajaki pilihan-pilihan dan kemudian memutuskan suatu kode
moral pribadi. Moral sangat berkaitan dengan nilai-nilai agama yang telah
dimiliki setiap manusia itu lahir. Yang di dalam agama itu terdapat
aturan-aturan lengkap, salah satunya moral.
e)
Perkembangan
sosio-emosional
Perkembangan
sosial anak dimulai dari sifat egosentrik,
individual, ke arah interaktif komunal. Pada
mulanya anak bersifat egosentrik, hanya
dapat memandang dari satu sisi, yaitu dirinya sendiri maka pada usia 2-3 tahun
anak suka bermain sendiri. Adanya sifat egosentrisme yang tinggi pada anak
disebabkan anak belum dapat memahami perbedaan perspektif pikiran orang lain. Selanjutnya
anak mulai berinteraksi dengan anak lain, mulai bermain bersama, dan tumbuh
sifat sosialnya. Emosi anak merupakan perasaan yang melibatkan perpaduan antara
gejolak fisiologis dan perilaku yang terlihat. Minat, ketergantungan, dan rasa
muak atau jijik muncul pada saat lahir, senyum sosial terlihat pada usia 2-6
minggu. Kemarahan, keheranan, dan kesedihan terjadi pada usia 5-7 bulan, rasa
malu terjadi pada usia 6-8 bulan, rasa hina dan rasa bersalah pada usia 2
tahun.
f)
Perkembangan
seni dan kreativitas
Perilaku
yang mencerminkan kreativitas alamiah pada anak dapat diidentifikasi dari
beberapa ciri, yaitu senang menjajaki lingkungan, mengamati dan memegang segala
sesuatu, eksplorasi secara ekspansif dan eksesif, rasa ingin tahunya besar,
suka mengajukan pertanyaan dengan tak henti-hentinya, bersifat spontan
menyatakan pikiran dan perasaannya, suka melakukan eksperimen, dan mencoba
berbagai hal baru. Anak kreatif berbeda dengan anak pandai atau anak patuh.
Kreativitas bukan merupakan bakat yang hanya terjadi karena faktor keturunan.
Kreativitas lebih banyak ditentukan faktor lingkungan, terutama pola asuh orang
tuanya.
D.
Pentingnya
Pemanfaatan Lingkungan Alam Sebagai Sumber Belajar Untuk Anak Usia Dini
Sumber belajar merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan
belajar anak dan sangat membantu dalam aspek perkembangan anak baik aspek
kognitif, sosial, bahasa, motorik, afeksi, moral dan sebagainya yang merupakan
suatu sistem proses pembelajaran. Dengan tersedianya sumber belajar
memungkinkan tumbuhnya budaya belajar anak secara mandiri sebagai dasar untuk
pembiasaan dalam kehidupan di kemudian hari serta menciptakan komunikasi antara
anak dengan orang dewasa dan teman sebaya. Sumber belajar dapat membantu
mengenalkan anak pada lingkungan dan juga mengajar anak mengenal kekuatan
maupun kelemahan dirinya dan juga mendukung anak untuk lebih banyak melakukan
kegiatan belajar yaitu selain mendengarkan uraian dari guru tetapi juga
mengamati, melakukan, mendemontrasikan dan lain-lain.
Lingkungan yang ada di sekitar kita adalah salah satu sumber yang
dapat dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan belajar secara optimal. Pentingnya
lingkungan sebagai sumber belajar untuk anak usia dini adalah memberi
kesempatan anak untuk mendapatkan pengetahuan dan memperkaya pengetahuannya. Dalam
hal ini lingkungan menfasilitasi anak untuk menyalurkan keingintahuannya terhadap
banyak hal. Apabila mengajar dengan menggunakan lingkungan tersebut sebagai
sumber belajarnya maka hal itu akan lebih bermakna dan bernilai, sebab para
siswa diharapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang
dialami sehingga lebih nyata, lebih faktual, dan kebenarannya lebih dapat
dipertanggungjawabkan. Banyak sekali keuntungan yang dapat diperoleh dari
lingkungan sebagai sumber belajar. Lingkungan menyediakan berbagai hal yang
dapat dipelajari anak, memperkaya wawasannya, tidak terbatas oleh tempat
dinding kelas, dan kebenarannya lebih akurat. Kegiatan belajar dimungkinkan
akan lebih menarik, tidak membosankan, dan menumbuhkan antusiasme siswa untuk
lebih giat belajar. Belajar akan lebih bermakna (meaningful learning), sebab siswa diharapkan dengan keadaan yang
sebenarnya. Aktifitas siswa akan lebih meningkat dengan memungkinkannya menggunakan
wawancara, membuktikan sesuatu, dan menguji fakta. Dengan memahami dan
menghayati aspek-aspek kehidupan yang ada di lingkungannya, dapat dimungkinkan
terjadinya pembentukan pribadi para siswa, seperti cinta terhadap lingkungan.
Hal tersebut juga untuk melatih tanggungjawab dan mengembangkan perasaan kasih
saying anak terhadap makhluk lain.
Sebenarnya jika disadari hampir semua isi mata pelajaran yang
diajarkan di sekolah dapat dipelajari dari lingkungan. Di lingkungan tempat
tinggal ataupun di lingkungan sekolah, terdapat kekayaan alam yang sangat
melimpah dan jauh lebih baik jika dibandingkan dengan fasilitas yang dapat
disediakan oleh pemerintah. Lingkungan alam sekitar baik lingkungan alam maupun
lingkungan sosial budaya seperti “laboratorium raksasa”, yang dapat digunakan
sebagai sumber belajar. Dengan demikian, sebetulnya sekolah dan guru tidak
sendirian, mereka dapat berkomunikasi dengan lingkungan, dan dengan sumber
belajar lain.
Memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber
belajar, memberikan tuntunan dalam mengaitkan antara kurikulum dengan
lingkungan sehari-hari, serta memvariasikan metode mengajar agar tidak terjadi
kebosanan. Ini penting karena guru berhadapan dengan murid dari berbagai jenis
latar belakang, tingkat kemampuan, dan kebutuhan yang berbeda satu sama lain.
Oleh karena itu, dalam menggunakan sumber belajar, metode penyampaian dan
berbagai pendekatan lainnya harus disesuaikan dengan kebutuhannya. Sumber belajar
berupa lingkungan alam mudah dijangkau, tidak memerlukan biaya tinggi, dan tempat
tersebut cukup aman untuk digunakan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan sumber belajar dalam
pembelajaran anak usia dini tentunya didasarkan atas kemanfaatan sumber-sumber
belajar tersebut bagi terselenggaranya kegiatan pembelajaran anak secara
efektif. Manfaat yang didapat tersebut adalah sebagai berikut
(http://zona.uimadura.ac.id/sumber-belajar-dan-media-pendidikan-bagi-paud/):
1.
Dapat memberikan pengalaman
belajar yang lebih kongkret dan langsung. Anak dalam masa usia dini berada pada
fase berfikir kongkret artinya anak usia dini belum mampu berfikir di luar
batas kemampuan panca indranya (secara abstrak). Pemberian pengalaman belajar
yang nyata/kongkret akan lebih bermakna dalam proses belajar anak.
2.
Pemanfaatan sumber belajar
dapat mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indra. Maksudnya bila seorang
guru ingin menerangkan tentang binatang & tentunya binatang tersebut tidak
bisa dibawa ke dalam kelas maka seorang guru dapat menggunakan gambar/foto.
3.
Menambah wawasan dan pengalaman
anak. Misalnya untuk menambah wawasan dan pengalaman anak mengenai kehidupan
ikan di air, guru tidak hanya menjelaskan secara lisan, tetapi guru bisa
menggunakan sumber belajar yang lain misalnya mengajak anak-anak mengamati pada
aquarium.
4.
Memberikan informasi yang
akurat dan terbaru. Misalkan informasi yang didapatkan anak melalui buku
bacaan/majalah untuk anak, majalah yang terbit tiap minggu tentunya menyajikan
informasi yang selalu baru dan ini sangat menguntungkan karena mendapatkan
informasi atau pengetahuan yang baru atau pengalaman baru yang didapat anak
tentunya akan meningkatkan minat belajar anak untuk senantiasa melek informasi,
dengan demikian unsur pembiasaan juga merupakan manfaat sumber belajar.
5.
Meningkatkan motivasi belajar
anak. Motivasi anak untuk belajar selalu menjadi fokus perhatian pendidik dan
orang tua dalam pengelolaan kegiatan pembelajaran anak usia dini. Artinya
kreativitas pendidik dalam memilih dan memanfaatkan berbagai sumber belajar
akan mendorong anak menyenangi kegiatan belajarnya, karena anak diberikan
sumber pengetahuan, sumber informasi, dan sumber belajar yang beragam.
6.
Mengembangkan kemampuan
berfikir anak secara lebih kritis dan positif. Dengan diberikan berbagai
alternatif sumber belajar pada anak kemampuan berfikir kritis anak akan semakin
meningkat, upaya tersebut tidak lepas dari upaya yang dilakukan guru dengan
menempuh berbagai cara dalam menyampaikan pengetahuan kepada anak. Misalnya
anak dibawa ke suatu tempat misalnya kebun binatang, anak akan secara otomatis
berkembang pemikiran kritisnya, hal tersebut akan ditunjukkan oleh anak dengan
mengemukakan atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan terhadap fakta, peristiwa,
kejadian yang ditemukan di tempat tersebut dan bahkan akan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang tidak terpikirkan oleh guru sekalipun. Kondisi
tersebut menunjukkan bahwa anak berkembang kemampuan berfikir kritis dan
berfikir positifnya.
Lingkungan sebagai
sumber belajar juga dapat meningkatkan produktivitas pembelajaran yaitu mempercepat laju belajar dan membantu pendidik
untuk menggunakan waktu secara lebih baik serta mengurangi beban guru dalam menyajikan
informasi, sehingga dapat lebih banyak membina dan mengembangkan gairah. Selain itu juga memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual
yaitu mengurangi
kontrol pendidik yang kaku dan tradisional dan memberikan kesempatan bagi siswa untuk
berkembang sesuai dengan kemampuannnya. Pentingnya lingkungan
bagi pembelajaran adalah membuktikan terjadinya interaksi manusia dengan
manusia, manusia dengan alam, maupun alam dengan alam. Sehingga pembelajaran
tidak hanya berada dalam buku atau dengan alat peraga saja, melainkan bukti
langsung oleh interaksi dengan alam sekitar.
0 komentar:
Posting Komentar